Minggu, 11 Oktober 2009

bangkit


SEABAD TELAH BERLALU BANGKITLAH BANGSAKU, BANGKITLAH NEGERIKU
(I Nengah Suartha, S.Pd)

“Dari sabang sampai merauke, berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi
satu, itulah Indonesia.....” Dari penggalan syair lagu ini kita ketahui bersama bahwa Indonesia
merupakan bangsa yang besar, dimana negeri ini terbentang dalam hamparan khatulistiwa yang
didalamnya menyimpan harta melimpah ruah. Akan tetapi dibalik semua itu tersimpan
kerapuhan (keropos) karena tidak mampu menopang kehidupan warganya (miskin). Seratus
tahun yang lalu Boedi Oetomo sebagai sebuah organisasi yang digawangi kaum pemuda
menggebrak/mendobrak bangsa dari keterpurukan. Organisasi ini merupakan inspirasi bagi
bangsa Indonesia akan pentingnya persatuan dan kesatuan. Sehingga secara perlahan bangsa ini
mampu bersaing dalam kancah dunia. Semangat kebangkitan nasinal yang dilontarkan para
tokoh pada 1908 harus terus ditumbuhkan, apalagi sekarang Indonesia masih kedodoran dalam
semua bidang (ekososbudhankam). Hal ini terbukti dengan banyaknya anak yang menderita
busung lapar dan tidak tersentuh oleh pendidikan.
Setelah satu abad berlalu bangsa ini kembali rapuh (dirongrong, terusik dan dikangkangi)
oleh bangsa lain dibalik menjamurnya kaum intelektual muda. Kenapa.... kenapa ini bisa terjadi?
ini merupakan sebuah dilema yang kelihatannya gampang tapi susah untuk dicerna. Seperti yang
kita ketahui bersama, bangsa ini sedang tertimpa berbagai masalah dari pencemaran lingkungan
hingga kemiskinan seperti kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Satu persatu berusaha
mencari alasan untuk terbebas dari NKRI. Kemana rasa nasionalisme dan idealisme bangsa ini??
Yang dulu pernah kita banggakan dan kita tidak malu mengakui sebagai “Anak Indonesia”.
Sepertinya rasa nasionalisme terhadap bangsa ini telah terkikis dan tergerus hingga pudar bahkan
nyaris sirna. Untuk menumbuh kembangkan sikap nasionalisme memang tidak bisa dilepaskan
dari realitas kehidupan. Artinya, loyalitas nasional seseorang sangat dipengaruhi oleh bagaimana
situasi dan kondisi kebangsaannya. Misalnya, sejauh mana negara kita telah memberikan
pengayoman terhadap rakyatnya. Mampukah negara menjamin hak-hak rakyatnya secara adil
sebagai kompensasi pelaksanaan kewajiban yang telah ditunaikannya. Ini boleh dikatakan sikap
nasionalisme akan tumbuh seperti adanya take and give antara negara dan rakyatnya. Apabila
terjadi ketimpangan antara hak dan kewajiban diatas akan mempengaruhi sikap nasionalisme,
bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya sikap empati.
Padahal ada kalimat bijak yang menyatakan “old soldier never dies” yang maksudnya
manusia boleh saja tua dan mati, akan tetapi semangat dan perjuangannya tidak pernah pudar
mengalir melampaui batas hingga akhir waktu. Namun kini kenapa kaum intelektual muda hanya
bisa mengkritik (bahkan cenderung anarkis) dan mengganggu kepentingan umum tanpa
memberikan solusi yang jelas terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Mengkritik sih boleh
saja, akan tetapi kalau begini caranya apalah artinya. Semestinya kita duduk berdampingan
dilandasi dengan pimikiran yang murni bukan bajakan, sehingga tidak menodai semangat
reformasi. Penulis selaku pemuda Indonesia merasa jengah dan miris dengan fakta-fakta yang
ada. Kenapa dibalik kedewasaan pemikiran, kita harus menyelesaikan masalah seperti anak kecil
(apa kata dunia...).
Pada prinsipnya harapan kita adalah ingin Indonesia lebih maju lagi dari sekarang.
Dengan semangat pancasila mari kita berpikir kreatif dan inofatif dalam bentuk
realisasi/tindakan nyata guna membangun bangsa menuju ke arah yang lebih baik. Dari sini
penulis merasa tergerak untuk menyumbangkan ide yang cukup sederhana, mari kita mulai dari
sekarang memecahkan masalah tanpa masalah dengan prinsip jam (WATCH). 1) Word, kita
sebagai bangsa yang bermartabat dan berbudi pekerti yang luhur harus memegang teguh adat
ketimuran (sopan santun dalam berbicara). Kita harus belajar memecahkan masalah dengan
kepala jernih tanpa mengeluarkan caci maki/sumpah serapah. 2) Action, mari secara bersama
kita membangun bangsa ini dengan berbagai tindakan sesuai kemampuan/keahlian masingmasing.
Hal ini sesuai dengan pasal dimana setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban
yang sama dalam membela negara. 3) Though, sebagai kaum intelektual muda mari kita berbakti
pada negeri melalui ide/saran/kritik yang bersifat membangun kepada pemerintah. 4)
Communication, sebagai bangsa yang besar kita harus tetap memegang teguh falsafah yang
tertuang dalam sila ke-4. Artinya dalam memecahkan masalah/persoalan harus
dimusyawarahkan/dikomunikasikan untuk mencapai kata mufakat. 5) Heart, bangsa ini terkenal
dengan budi pekertinya yang luhur (saling hormat menghormati). Dari sini dapat kita petik
hikmahnya, dalam menyampaikan ide/saran hendaknyalah kita menjaga perasaan orang lain
(pedas dan bermartabat). Bangkitlah bangsaku, bangkitlah negeriku!!

Penulis merupakan Guru SMA Negeri 1 Selat
Karangasem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar